Depok - Di setiap organisasi, pasti ada yang disebut senior dan junior. Dua kata yang kelihatannya biasa, tapi sering jadi sumber masalah. Kadang yang merasa senior lebih banyak bicara daripada bekerja, lebih ingin dihormati daripada menghormati. Padahal, semakin senior seharusnya semakin dewasa.
Hal inilah yang disampaikan oleh KH. Muhammad Yusron Shidqi, Lc., M.Ag. saat acara pelantikan pengurus DEMA, Media Center, dan Takmir Masjid Al-Hikam Depok. Dengan gaya khasnya yang santai, beliau banyak menyinggung soal makna menjadi pemimpin dan bagaimana seharusnya sikap seorang senior.
“Seorang pemimpin yang baik adalah ketika memimpin dengan baik, dan ketika turun pun tetap jadi orang baik.”
Pemimpin yang baik bukanlah yang hanya pandai memberi perintah, tetapi yang memiliki kesadaran dan tanggung jawab. Dalam istilah tasawuf disebut yaqzhah, dan dalam Islam disebut al-wa‘yu yaitu kesadaran diri. Jangan sampai saat masih jadi bawahan kita rendah hati, tapi ketika naik jabatan malah kehilangan kesadaran diri.
Beliau juga menyinggung, “Kalau dulu kamu jadi rakyat yang patuh, jangan marah kalau nanti punya bawahan yang susah diatur. Ambil cermin, lihat dirimu dulu waktu jadi rakyat.”
Kalimat sederhana, tapi maknanya dalam. Semua yang mendengarkan langsung paham maksudnya yaitu sebelum menilai orang lain, lihat dulu diri sendiri.
Beliau menegaskan bahwa jabatan atau amanah bukan soal gengsi, tapi tentang bagaimana kita belajar menjadi orang baik dalam posisi apa pun. Banyak orang yang rajin dan semangat saat menjabat, tapi setelah lepas tanggung jawab, semangatnya ikut hilang. Padahal, tanggung jawab itu seharusnya melekat bukan sementara.
Beliau juga menyinggung tentang senioritas yang sering disalahartikan. “Semakin senior, harusnya semakin luhur, bukan semakin keras kepala. Senioritas itu keluhuran, bukan kekuasaan.”
Kalau dulu pernah susah dan tidak dibantu, sekarang waktunya membantu orang lain supaya tidak mengalami hal yang sama. Itulah yang disebut “balas dendam yang baik”. Tapi kalau dulu tidak dibantu lalu sekarang malah tidak mau membantu, itu “dendam yang keliru”.
Di akhir pesannya, beliau berharap agar para pengurus yang baru dilantik bisa lebih dewasa dan solid, sementara yang sudah demisioner tetap menjadi penenang dan pembimbing.
“Senior itu bukan yang ditakuti, tapi yang menenangkan.”
Dari nasihat itu, kita bisa belajar bahwa menjadi senior bukan soal lamanya bertugas, tapi seberapa besar hati untuk tetap rendah hati dan memberi teladan. Karena yang disebut senior sejati bukan yang disegani karena jabatan, tapi yang dirindukan karena keteladanannya.
Penulis : Fadhilah