Selasa, 29 Juli 2025

Mengajar dengan Hati: Keteladanan Guru dalam Cahaya Al-Qur’an

Kitadankata.com -- Mengajar bukan sekadar profesi. Itu adalah misi suci yang menyentuh hati, membentuk jiwa, dan menyalakan cahaya ilmu. Dalam perspektif Islam, guru bukan hanya penyampai pengetahuan, tetapi juga pembentuk akhlak. Ketika seorang guru mengajar dengan hati dan menjadikan Al-Qur’an sebagai pelita, maka pendidikan menjadi jalan yang menumbuhkan iman, adab, dan kecintaan kepada kebaikan.

Mengajar dengan hati adalah jalan sunyi para pendidik sejati, mereka yang tidak hanya ingin dikenal, tapi ingin memberi makna. Dalam cahaya Al-Qur’an, guru menemukan kekuatan untuk terus membimbing, meski lelah untuk terus bersinar, meski tak selalu terlihat. Karena sesungguhnya, tugas guru bukan hanya mengubah dunia, tapi menyentuh hati satu demi satu, dengan cahaya yang abadi.

1. Cahaya Al-Qur'an sebagai Pedoman Mengajar 

Al-Qur'an adalah petunjuk bagi seluruh umat manusia. Di dalamnya terdapat nilai-nilai luhur tentang kasih sayang, kesabaran, hikmah, dan adab dalam mendidik. Allah SWT berfirman: 

قَدْ جَاۤءَكُمْ مِّنَ اللّٰهِ نُوْرٌ وَّكِتٰبٌ مُّبِيْنٌ

Artinya: "... Sungguh, telah datang kepadamu cahaya dari Allah dan kitab suci (Al-Qur'an) yang jelas." (QS. Al-Maidah: 15) 

Seorang guru yang menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi akan menempatkan setiap ajaran dengan kelembutan, bukan paksaan; dengan kebijaksanaan, bukan kekerasan. Ia memahami bahwa hati hanya bisa disentuh oleh hati, bukan oleh kata.

2. Meneladani Rasulullah: Sang Guru Sejati

Rasulullah SAW adalah pendidik terbaik sepanjang zaman. Beliau mengajarkan umat dengan penuh kasih dan kelembutan, membimbing mereka dari kegelapan menuju cahaya. Allah menggambarkan kepribadian beliau dengan firman: 

وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ

Artinya: "Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung."

Dalam keseharian, Rasulullah mengajarkan bukan hanya dengan lisan, tetapi melalui keteladanan. Beliau sabar saat diolok, tersenyum saat dihina, dan tetap mengasihi umatnya walau disakiti. Inilah cermin bagi seorang guru yang mengajar dengan hati: bersikap tenang di tengah tantangan, dan terus menyinari meski dalam kegelapan.

3. Keteladanan  yang Mendidik

Hati murid lebih peka terhadap apa yang dilakukan guru daripada apa yang dikatakannya. Guru yang datang tepat waktu, jujur dalam ucapan, sabar dalam menghadapi murid yang sulit, dan adil dalam bersikap—telah memberi pelajaran hidup yang lebih bermakna daripada sekadar teori. Inilah esensi mengajar dengan hati: memberi contoh, bukan hanya perintah.

Imam Malik Berkata, "Ibuku meletakan imamah di kepalaku, lalu berkata: Pergilah kepada Rabi'ah, ambilah adab darinya sebelum mengambil ilmunya." 

Adab lahir dari hati yang bersih. Dan hati guru akan memancar kepada muridnya, bila ia mengajar dengan cinta dan keikhlasan.

4. Ikhlas: Kunci Cahaya dalam Pendidikan

Mengajar dengan hati berarti mengajar karena Allah. Bukan karena gaji, bukan karena status, melainkan karena keinginan tulus untuk menyampaikan kebaikan. Ikhlas membuat guru tidak mudah lelah, tidak cepat marah, dan tidak mencari pujian. Ia hanya berharap agar setiap ilmu yang ditanam menjadi amal jariyah.

5. Guru sebagai Penjaga Cahaya Peradaban

Di tengah zaman yang penuh tantangan dan kerusakan akhlak, guru yang mengajar dengan hati adalah penjaga terakhir dari cahaya peradaban. Ia menyalakan semangat belajar, menumbuhkan karakter, dan menyirami jiwa dengan keteladanan. Tanpa guru yang berhati, ilmu kehilangan ruhnya, dan pendidikan menjadi hampa.

Wallahu 'alam bishawab. . . 

Penulis : Zakiaaa