Minggu, 27 Juli 2025

Hikmah Sowan Kiai: Menyambung Cahaya, Merawat Jiwa


Kitadankata.com -- Dalam tradisi pesantren, sowan kepada kiai bukan sekedar kunjungan biasa. Itu adalah bentuk penghormatan, pelestarian adab, dan jalan menjaga keberkahan ilmu yang pernah ditanamkan oleh sang guru. Sowan bukan hanya soal fisik yang mendatangi, melainkan ruh yang pulang ke sumber cahaya. Terlebih di zaman ini, ketika kesibukan sering kali membuat kita menjauh dari akar, sowan menjadi pengingat agar cahaya dalam diri kita tidak padam.  

Hubungan Rohani Kiai dan Santri yang Tak Pernah Usai

Dalam dunia pesantren, hubungan antara murid dan guru (santri dan kiai) bukanlah hubungan sementara yang berhenyi begitu proses belajar selesai. Ia adalah ikatan rohani yang terhubung, bahkan ketika jarak membentang dan waktu berjalan. Di mana pun dan kapan pun, jangan sampai melupakan guru yang pernah mengajar dan membimbing kita. Jangan sampai, hanya karena merasa sudah selesai dari interaksi belajar, kita lantas memutus tali yang seharusnya tetap hidup. Dalam khazanah pesantren, keberkahan menjadi taruhannya. Jika murid sudah tidak lagi mengingat sang guru, maka keberkahan hidupnya menyusut, bahkan hilang. Istilah pesantrennya, hidup menjadi "tidak memberkahi" atau kehilangan keberkahan meski tampak berjalan seperti biasa. 

Sowan merupakan tradisi bersilaturahmi kepada kiai. Meski seorang santri sudah tidak lagi di pesantren, ia akan tetap menjaga dan memperkuat hubungan dengan kiainya dengan tradisi sowan tersebut.  Sowan juga menjadi wujud nyata rasa syukur kita. Karena lewat kiai atau guru, kita mengenal ilmu, diajarkan adab, dan dituntun dalam memahami arah hidup. Rasulullah SAW bersabda,

مَنْ لمْ يشْكُر النَّاسَ لَمْ يشْكُر الله

“Barang siapa tidak berterima kasih kepada manusia, maka ia tidak bersyukur kepada Allah.” (HR. Abu Dawud).

Hadits ini mengingatkan bahwa menghormati guru adalah bagian dari rasa Syukur kita kepada Allah. 

Nasihat Imam Al-Ghazali tentang Peran Guru

Imam Al-Ghazali memberikan nasihat yang sangat kuat dan menyentuh tentang pentingnya memiliki guru. Beliau menjelaskan,

يَحْتَاجُ المُرِيدُ إِلَى شَيْخٍ وَأُسْتَاذٍ يَقْتَدِي بِهِ لَا مَحَالَةَ لِيَهْدِيهِ إِلَى سَوَاءِ السَّبِيلِ، فَإِنَّ سَبِيلَ الدِّينِ غَامِضٌ، وَسُبُلَ الشَّيْطَانِ كَثِيرَةٌ ظَاهِرَةٌ. فَمَنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ شَيْخٌ يَهْدِيهِ، قَادَهُ الشَّيْطَانُ إِلَى

طُرُقِهِ لَا مَحَالَةَ. فَمَنْ سَلَكَ سُبُلَ البَوَادِي المُهْلِكَةِ بِغَيْرِ خَفِيرٍ فَقَدْ خَاطَرَ بِنَفْسِهِ وَأَهْلَكَهَا، وَيَكُونُ المُسْتَقِلُّ بِنَفْسِهِ كَالشَّجَرَةِ التي تَنْبُتُ بِنَفْسِهَا فَإِنَّهَا تَجِفُّ عَلَى القُرْبِ، وَإِنْ بَقِيَتْ مُدَّةً وَأَوْرَقَتْ لَمْ تُثْمِرْ، فَمُعْتَصَمُ المُرِيدِ شَيْخُهُ، فَلْيَتَمَسَّكْ بِهِ


Artinya: "Seorang murid harus memiliki sosok syaikh dan guru yang diikuti dan menuntunnya ke jalan yang benar. Jalan agama begitu terjal, sementara begitu banyak jalan-jalan setan. Barang siapa yang tidak memiliki guru, maka setan akan menyesatkan jalannya. Seperti orang yang melewati sebuah pedalaman berbahaya tanpa pemandu, maka akan sangat mengancam keselamatannya. Orang yang tanpa guru, laksana pohon yang tumbuh tanpa diurus. Dalam waktu dekat akan mati.  Andai pun pohon itu hidup dalam waktu yang lama, tak akan berbuah. Penjaga murid adalah gurunya. Berpeganglah padanya." (lihat Ihya 'Ulumuddin, juz 1, hal 98)

Guru Sebagai Sumber Cahaya dan Penjaga Keberkahan

Itulah mengapa, dalam banyak tradisi pesantren, guru sering diibaratkan seperti aliran listrik atau PLN. Jika sambungannya terjaga, maka cahaya tetap menyala. Tapi jika hubungan itu terputus, maka padamlah keberkahan hidup. Maka, sowan bukan sekedar budaya. Itu adalah bentuk perawatan rohani, penyambung sanad keberkahan, dan upaya untuk menjaga arah hidup agar tetap di rel yang benar. 

Hubungan dengan guru tidak harus selali intens, tetapi cukup dengan hadir membawa aadab, memohon do'a, dan menyambung hati. Kita mungkin hanya berbincang sejenak, tapi dari sowan itu,  ruh kita seperti mendapat isi ulang. Do'a seorang guru bisa menjadi sebab terbukanya jalan, lancarnya rezeki, terjaganya akhlak, dan tertatanya batin. Dalam dunia yang serba cepat dan bising, kita sering tergoda untuk merasa cukup belajar sendiri. Padahal, Rasulullah SAW saja dibimbing langsung oleh Malaikat Jibril. Maka kita, yang jauh lebih lemah dan rentan, justru sangat membutuhkan bimbingan, arahan, dan penjagaan dari seorang guru. Imam Al-Ghazali pun menutup nasihatnya dengan kalimat yang dalam, "Penjaga dan tempat berlindung murid adalah gurunya. Maka berpeganglah padanya." 

Sowan: Jalan Pulang Menuju Cahaya

Sowan adalah cara kita menunjukan bahwa kita tidak pernah benar-benar pergi. kita hanya sedang berjalan, namun tetap membawa adab dan sambungan rohani itu dalam hati. Dan ketika langkah-langkah mulai goyah, hati mulai kabur, atau hidup terasa kehilangan arah, sowan menjadi jalan pulang. Pulang kepada yang pernah menuntun. Pulang kepada keberkahan. Pulang kepada cahaya. 

Sebagimana Hadits Qudsi yang diriwayatkan dalm Shahih Bukhori dan Muslim dan ini juga yang disampaikan oleh Gus Mamak Kholil Karim kepada kami, 

أَنَا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بِي

“aku sesuai dengan prasangka hambaku kepadaku.”

Melalui pesan itu, sang kiai ingin menyampaikan, bahwa siapa pun yang masih mengingat guru-gurunya, menghormati dan menyambung silaturahmi, insyaAllah Allah pun akan menyertainya dengan keberkahan yang tak terlihat namun terasa. 

Wallahu a'lam bishawab...

Penulis : Zakiaaa