Minggu, 27 Juli 2025

Peran Kisah Ulama dalam Menanamkan Nilai-Nilai Islam di Tengah Masyarakat

Kitadankata.com - Dalam kehidupan masyarakat yang terus berkembang, nilai-nilai Islam perlu ditanamkan dengan cara yang menyentuh hati dan mudah dipahami. Salah satu metode yang efektif dan relevan adalah melalui kisah-kisah ulama. Kisah bukan hanya sekadar cerita, melainkan sarana pendidikan yang mengandung pesan moral, spiritual, dan etika yang dalam.

Peran Kisah dalam Masyarakat

Secara alami, manusia menyukai cerita. Al-Qur’an sendiri dipenuhi dengan kisah-kisah para nabi dan umat terdahulu sebagai pelajaran hidup. Sebagaimana ditegaskan dalam QS. Yusuf [12]: 111:

لَقَدْ كَانَ فِيْ قَصَصِهِمْ عِبْرَةٌ لِّاُولِى الْاَلْبَابِۗ

Sungguh, pada kisah mereka benar-benar terdapat pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat.

Kisah mampu menjangkau sisi emosional dan rasional seseorang. Ia menyentuh rasa ingin tahu, membangkitkan empati, dan memicu kesadaran yang mendalam. Dalam masyarakat, kisah sering kali menjadi media penyampai pesan yang lebih mudah diterima dibanding nasihat langsung. Baik di lingkungan keluarga, pengajian, hingga khutbah-khutbah umum, kisah dijadikan alat untuk menyampaikan nilai-nilai agama secara halus namun mengena.

Kisah Ulama Menjadi Sumber NIlai, Etika, dan Inspirasi

Kisah hidup para ulama penuh dengan nilai-nilai yang patut diteladani. Dari semangat belajar Imam Syafi’i, keteguhan Imam Ahmad bin Hanbal dalam mempertahankan prinsip, hingga perjuangan KH. Hasyim Asy’ari dalam menegakkan pendidikan dan kemerdekaan semuanya merupakan refleksi nyata ajaran Islam dalam bentuk yang hidup.

Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menekankan bahwa:

Pendidikan akhlak paling kuat adalah melalui keteladanan dan kisah. Hati manusia lebih mudah tersentuh oleh cerita nyata daripada perintah langsung.

Dengan menyampaikan kisah ulama, masyarakat tidak hanya diajak memahami hukum-hukum Islam secara tekstual, tapi juga melihat langsung bagaimana nilai-nilai itu dijalankan dalam realitas kehidupan.

Pendidikan Melalui Cerita

Dalam pandangan Prof. Abuddin Nata, cerita merupakan metode strategis yang sangat sesuai dengan fitrah manusia. Ia menulis dalam Metodologi Studi Islam:

Cerita dapat mengambil bagian dalam informasi, kesadaran, perasaan, mimpi, pikiran kreatif, dalam cerita ada nilai-nilai yang ditanamkan, sehingga pesan dapat diteruskan

Metode ini bukan hanya menyampaikan informasi, melainkan juga mengajak pendengar untuk masuk ke dalam suasana emosional yang membuka ruang refleksi diri. Maka tak heran jika para orang tua, guru, dan da’i sering menggunakan kisah sebagai media penyampaian ajaran, karena lebih membekas di hati.

Dampak Positif Bagi Masyarakat

Penggunaan kisah ulama dalam menyampaikan dakwah telah terbukti memberikan dampak positif bagi masyarakat. Di antaranya:

  • Menumbuhkan semangat belajar dan berakhlak baik, terutama bagi generasi muda yang lebih mudah tersentuh melalui cerita nyata.
  • Mempererat hubungan emosional antara penyampai dan pendengar, karena kisah menciptakan kedekatan batin.
  • Menyampaikan nilai dengan cara yang tidak menggurui, namun penuh hikmah.
  • Menjadi pengingat yang kuat di saat lupa atau futur, karena pesan moral dalam cerita biasanya membekas dalam waktu lama.

Kisah-kisah ulama bukan hanya bagian dari sejarah, melainkan jembatan nilai yang menyambungkan masa lalu dengan masa kini. Dengan menyampaikan kisah yang penuh teladan, nilai-nilai Islam dapat terus hidup dalam hati masyarakat  dan menjadi inspirasi dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana sabda Nabi :

بَلِّغُوا عَنِّي وَلَوْ آيَةً، وَحَدِّثُوا عَنْ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَلَا حَرَجَ،

Sampaikan dariku walau satu ayat, dan ceritakanlah kisah-kisah Bani Israil, tidak mengapa (HR. Bukhari)

Kisah adalah bagian dari dakwah. Dan menyampaikan kisah ulama, berarti meneruskan cahaya ilmu dan keteladanan kepada umat.


Wallahu a'lam bishawab...


Penulis : Fadhilah